A.
Pengertian
Thaharah dilihat dari
segi pengertian memiliki dua pengertian, yaitu Thaharah menurut lughah
(bahasa) dan syara’ (istilah).Thaharah menurut bahasa adalah النظافةyang berarti
bersih. Sedangkan thaharah menurut istilah syara’ terdapat beberapa penafsiran,
diantaranya adalah:
فعل
ما تستباح به الصلاة
“Sebuah
perbuatan yang dapat membolehkan shalat”.Perbuatan yang dimaksud adalah wudhu,
mandi, tayamum dan menghilangkan najis.[1]
Imam Taqiyyudin Abu Bakar al-Husaini dalam kitabnya Kifayat al-Akhyar fi
Halli Ghayat al-Ikhtishar mengatakan bahwa yang dimaksud dengan thaharah
adalah “menghilangkan hadats atau najis, atau perbuatan yang dianggap dan
berbentuk seperti menghilangkan hadats atau najis (tapi tidak berfungsi
menghilangkan hadats atau najis), sebagaimana basuhan yang kedua dan ketiga,
mandi sunat, memperbarui wudhu, tayammum dan lain-lainnya yang kesemuanya tidak
berfungsi menghilangkan hadats atau najis, tapi bentuk amalan tersebut adalah
seperti perbuatan menghilangkan hadats atau najis.”[2]
Berbicara
thaharah tentu tidak bisa lepas dari membicarakan tentang air.Oleh sebab itu,
untuk mengetahui bagaimana sebenarnya thaharah dapat dilakukan, terlebih dahulu
pembahasan thaharah diawali dengan menjabarluaskan seluk beluk air sebagaimana
dapat dilihat pembahasannya di bawah ini.
AIR
Air adalah salah
satu media atau sarana yang dapat (sah) digunakan sebagai alat bersuci.Menurut
Ibrahim al-Bajuri, air yang dapat digunakan untuk bersuci ada 7 (tujuh) jenis
air. Ketujuh jenis air itu ialah air langit (air yang turun dari langit, yaitu
hujan), air laut, air sungai, air sumur, air mata air (bahasa Sunda: cai
nyusu), air salju dan air embun. Kemudian, menurutnya air itu dibagi menjadi 4
(empat) bagian, yaitu air suci dan mensucikan (طاهر مطهر ), air yang suci serta mensucikan tapi makruh ( المشمسالماءطاهر مطهرمكروه
وهو ), air yang suci tapi tidak mensucikan (المستعمال
هو الماء وطاهرغيرمطهر),dan air yang
berubah )المتغير).
1. Air
Mutlaq (Air suci dan mensucikan)
Airyang dapat
menghilangkan hadats dan najis adalah air mutlak, yaitu air yang dalam
penyebutannya lepas dari segala ikatan apapun yang sifatnya tetap.Dengan kata
lain, air mutlak adalah air yang tetap menurut keadaan aslinya, misalnya air
sungai, air sumur air laut dan lain sebagainya.
2. Air
Musyamas (Air suci dan mensucikan tapi makruh)
Air
musyamas adalah air yang panas karena terkena matahari.Air tersebut
adalah suci dan mensucikan, karena tidak terkena najis. Karenanya, ia dapat
menghilangkan hadats dan najis. Namun demikian, para ulama berbeda pendapat
dalam menggunakan air tersebut apakah makruh atau tidak.
Menurut
Imam Rofi’i, air musyamas adalah makruh digunakan untuk bersuci.
Alasannya, Rasulullah s.a.w pernah melarang siti ‘Aisyah r.a menggunakan air
tersebut dan beliau bersabda air yang panas terkena sinar matahari dapat
menimbulkan penyakit belang. Secara lengkap sabda Nabi itu terinci dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, yaitu:
من أغتسل بماء
مشمس فأصابه وضح فلا يلو من الا نفسه
“Barangsiapa
mandi dengan air yang panas terkena sinar matahari kemudian kena penyakit
belang, maka ia jangan mencela kecuali pada dirinya sendiri.”
Menurut
Taqiyyudin Abu Bakar al-Husini, kesimpulan Imam Rofi’i bahwa menggunakan air musyamas
adalah makruh, sebenarnya apabila air yang terkena sinar matahari itu terletak
dalam bejana atau tempat yang terbuat dari logam, seperti tembaga, besi dan
timah.Pada bejana yang terbuat dari bahan logam tersebut, sinar matahari dapat
berpengaruh, yaitu mengeluarkan kotoran yang dapat menimbulkan penyakit belang.
Adapun air yang terkena sinar matahari dalam bejana yang terbuat dari emas dan
perak tidak akan menimbulkan penyakitkarena keduanya termasuk logam yang murni,
dan tidaklah makruh menggunakannya dengan catatan air tersebut digunakan setelah
dituangkan terlebih dahulu pada bejana yang terbuat dari tanah liat atau
plastik, seperti guci atau ember dan lain sebaginya.[3]
Kemudian,
tentang hukum makruh di atas, terdapat dua pendapat dikalangan ulama.Ada ulama
yang mengatakan bahwa sifat makruh air musyamas itu adalah syar’iyyah.
Artinya, barangsiapa yang meninggalkan air tersebut, maka ia akan mendapat
pahala. Adapula ulama yang mengatakan bahwa makruhnya air tersebut bersifat irsyadiyah
(menurut tinjauan ilmu kesehatan) yang tidak ada hubungannya dengan masalah
pahala.
Namun
demikian, ada pula ulama yang menganggap bahwa air musyamas itu tidak
makruh, seperti Imam Nawawi. Menurutnya,
tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan tentang makruhnya menggunakan air
panasyang terkena sinar matahari.[4]
3. Air
Musta’mal (Air suci tapi tidak mensucikan)
Air musta’mal
adalah air yang telah digunakan untuk menghilangkan hadats dan najis, dan tidak
berubah (warna, bau dan rasa) serta tidak menjadi bertambah timbangannya
(setelah digunakan).
Air musta’mal
adalah suci, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w, yaitu:
خلق الله الماء
طهورا لا ينجسه شيء الا ما غير طعمه أو ريحه
“Allah
telah menciptakan air dalam keadaan suci, tidak ada yang dapat menajiskannya,
kecuali adanya sesuatu yang dapat merubah rasa dan baunya.” Namun, apakah air musta’mal
itu serta merta dapat mensucikan ---dapat digunakan untuk menghilangkan
hadats dan najis--- seperti halnya air mutlak dan air musyamas ?.
Para ulama
berbeda pendapat dalam menentukan apakah air musta’mal dapat digunakan
untuk bersuci atau tidak. Menurut Syafi’iyyah, air musta’mal itu tidak
mensucikan. Alasannya, karena para sahabat pun yang dikenal sebagai orang-orang
yang sangat memperhatikan urusan agama, mereka tidak pernah mengumpulkan bekas
air wudhu ---padahal saat itu sangat kesulitan mendapatkan air--- untuk
digunakan wudhu yang kedua kalinya.
Selain alasan di
atas, di kalangan mereka pun berbeda pendapat dalam memberikan alasan mengapa
air musta’mal itu tidak dapat diperbolehkan digunakan kedua kalinya.
Menurut pendapat yang shahih, karena air itu telah dipergunakan untuk
melaksanakan fardhu (kewajiban). Kemudian menurut pendapat lain, karena air
tersebut telah dipergunakan untuk melaksanakan ibadah.
4. Air
Mutaghayyir (Air yang berubah)
Menurut
Taqiyyudin Abu Bakar al-Husaini, air Mutaghayyir adalah air yang berubah
karena tercampuri oleh barang yang suci, hukumnya adalah tetap suci tapi tidak
mensucikan sebagaimana halnya air musta’mal.Adapun batas-batas perubahan
dimaksud ialah setiap perubahan yang menyebabkan hilangnya sifat-sifat
kemutlakan air, maka hukumnya adalah tidak mensucikan.Tapi bila tidak
menghilangkan kemutlakannya, maka hukumnya adalah tetap mensucikan.Sehingga,
apabila air tersebut berubah hanya sedikit, maka hukumnya tetap mensucikan,
sebab namanya masih tetap air mutlak.
Selanjutnya, air
yang berubah[5]
lantaran barang luar masuk ke dalamnya, tapi barang tersebut tidak bisa
bercampur dengan air, seperti minyak atau lilin, maka hukum air tersebut tetap
mensucikan meskipun ada perubahan yang banyak.
Apabila
ada air yang berubah lantaran tanah yang sengaja dimasukkan kedalamnya, maka
hukum air tersebut tetap mensucikan.Adapaun air yang berubah karena bercampur
dengan garam, maka terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama.Menurut
pendapat yang shahih, air tersebut dianggap tidak mensucikan bila bercampur
dengan garam tanah (garam pegunungan), dan dianggap mensucikan bila bercampur
dengan garam air (garam laut).
Terakhir,
apabila ada air berubah lantaran kecampuran daun pepohonan yang jatuh dengan
sendirinya, maka hukum air tersebut tetap mensucikan selama daun itu tidak
lumat (hancur) dalam air.Tetapi, apabila daun tersebut hancur dalam air, maka
terdapat beberapa pendapat yang berbeda.Menurut pendapat yang shahih, air
tersebut tetap mensucikan, dengan alasan sangat sulit menghindari rontoknya
daun tersebut.Adapun bila daun tadi sengaja dimasukkan ke dalam air, dan
mengakibatkan berubahnya air tersebut, maka hukum air tersebut tidak
mensucikan, baik daun tersebut masih utuh atau sudah hancur.Wallahu a’alam.[6]
Menurut
Taqiyyudin Abu Bakar al-Husaini, macam-macam air itu tidak hanya ada empat
macam sebagaimana dia atas telah dijelaskan, tetapi ada 5 (lima) macam, dimana
macam air yang kelima adalah air najis, yaitu air yang terkena barang najis,
banyaknya air kurang dua Qullah( قلتين )[7]
atau airnya ada dua Qullah tetapi mengalami perubahan.
Kemudian, apabila air kurang dari dua qullah
kemudian terkena najis, maka ia menjadi najis. Kecuali, bangkai binatang kecil
yang tidak mempunyai darah yang mengalir, seperti nyamuk dan sejenisnya, dan
najis yang tidak dapat dilihat oleh kasat mata, seperti lalat yang menghinggapi
barang najis kemudian jatuh ke dalam air atau najis yang sulit dihindari,
seperti percikan air kencing yang tidak tampak, maka kesemuanya itu bila jatuh
ke dalam air hukumnya adalah dimaafkan (معفو ).
B.
Dasar Hukum
1.
Al-Qur`an
QS. Al-Baqarah : 222
¨bÎ) ©!$#=ÏtätûüÎ/º§qG9$#=ÏtäurúïÌÎdgsÜtFßJø9$#ÇËËËÈ
“
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri ”
QS. Al-Waqi’ah : 79
wÿ¼çm¡yJtwÎ)tbrã£gsÜßJø9$#ÇÐÒÈ
“ Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.”
WUDHU`
A.
Pengertian
Wudhu memiliki dua pengertian,
yaitu menurut bahasa dan istilah.Menurut bahasa wudhu adalah النظافة yang berarti kebersihan. Apabila huruf الواو pada kata الوضوء berharakat dhammah, maka kata wudhu itu berarti nama
bagi sebuah perbuatan, yaitu menggunakan air bagi anggota badan tertentu. Adapunjika
huruf الواو pada kata الوضوء berharakat fathah, maka kata wudhu itu berarti nama air
yang dipakai untuk berwudhu.[8]
Sedangkan pengertian wudhu menurut istilah adalah:
استعمال ماء طهور فى
الأعضاء الأربعة على صفة مخصوصة فى الشرع
“
memakai air yang suci pada anggota badan yang empat (muka, dua tangan, kepala,
dan dua kaki) berdasarkan sifat yang ditentukan oleh syara’ ”.[9]Atau
dengan perkataan lain wudhu adalah membasuh sebagian anggota badan dengan
syarat dan rukun tertentu setiap akan melakukan ibadah terutama shalat dan
ibadah lainnya seperti membaca al-Qur`an.
B.
Dasar Hukum
1.
Al-Qur`an, yaitu QS. Al-Ma`idah :
6
$pkr'¯»túïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä#sÎ)óOçFôJè%n<Î)Ío4qn=¢Á9$#(#qè=Å¡øî$$sùöNä3ydqã_ãröNä3tÏ÷r&urn<Î)È,Ïù#tyJø9$#(#qßs|¡øB$#uröNä3ÅrâäãÎ/öNà6n=ã_ör&urn<Î)Èû÷üt6÷ès3ø9$#4bÎ)uröNçGZä.$Y6ãZã_(#rã£g©Û$$sù4bÎ)urNçGYä.#ÓyÌó£D÷rr&4n?tã@xÿy÷rr&uä!%y`Ótnr&Nä3YÏiBz`ÏiBÅÝͬ!$tóø9$#÷rr&ãMçGó¡yJ»s9uä!$|¡ÏiY9$#öNn=sù(#rßÅgrB[ä!$tB(#qßJ£JutFsù#YÏè|¹$Y6ÍhsÛ(#qßs|¡øB$$sùöNà6Ïdqã_âqÎ/Nä3Ï÷r&urçm÷YÏiB4$tBßÌãª!$#@yèôfuÏ9Nà6øn=tæô`ÏiB8ltym`Å3»s9urßÌãöNä.tÎdgsÜãÏ9§NÏGãÏ9ur¼çmtGyJ÷èÏRöNä3øn=tæöNà6¯=yès9crãä3ô±n@
"Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu
sakit[10]
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[11]
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang
baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur."
2.
Al-Hadits
a.
HR. Bukhari dan Muslim
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT tidak akan
menerima shalat salah seorang diantara kalian apabila memiliki hadats sehingga
ia berwudhu`.
b.
HR. Al-Baihaqi
Diriwayatkan
dari Salman, bahwa apabila seorang hamba berwudhu`, maka gugur dosa-dosa
darinya seperti gugurnya daun dari pohon ini.
c.
HR. Ahmad dan Abu Dawud
Bahwa
Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak sah shalatnya seseorang yang tidak mempunyai
wudhu`, dan tidak sah wudhu bagi orang yang tidak menyebutkan nama Allah SWT”.
d.
HR. Imam Malik dan Asy-Syafi’i
Bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “ Apabila tidak memberatkan atas umatku, tentu sudah
aku perintahkan mereka supaya bersiwak pada tiap-tiap wudhu`”
e.
HR. Muslim
Bahwasannya
Rasulullah SAW bersabda: “ Barangsiapa berwudhu` serta memperbaiki
wudhu-nya, lalu ia mengangkat pandangannya ke langit seraya berdoa: “
اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك لهو اشهد ان محمدا عبده و رسوله
اللهم اجعني من التوابين واجعني من المتطهرين سبحانك اللهم وبحمدك اشهد ان لا اله
الا الله الا انت استغفرك و اتوب اليك وصلى الله علىسيد نا محمد و على ال سيد نا
محمد و سلم,
maka dibukakan baginya
8 (delapan) pintu surga, ia dapat masuk dari pintu mana saja yang ia
kehendaki”.
C.
Syarat-Syarat Sah
Wudhu`
1.
Airnya muthlaq
2.
Islam
3.
Tamyiz
4.
Mengetahui fardhu-fardhu wudhu
5.
Tidak mengira fardhu wudhu
sebagai sunat
6.
Tidak ada penghalang
7.
Tidak ada yang dapat merubah air
atas anggota wudhu`, seperti
kotoran di bawah kuku
8.
Masuk waktu
D.
Fardhu-Fardhu
Wudhu`
1.
Niat
2.
Membasuh muka
3.
Membasuh dua tangan sampai kedua
sikut
4.
Mengusap sebagian kepala
5.
Membasuh dua kaki samapai mata
kaki
6.
Tertib
E.
Sunat-Sunat
Wudhu`
1.
Membaca at-Tasmiyah
(menyebut nama Allah)
2.
Membasuh dua telapak tangan 3 x
3.
Bersiwak 3 x
4.
Berkumur (madhmadhah) 3x
5.
Menghirup air melalui hidung (al-Istisaaq)
3x
6.
Mengusap seluruh kepala dan kedua
telinga (luar dan dalam) 3x
7.
Mengurai/menyela janggut dan
jambang 3x
8.
Membersihkan tempat diantara dua
jari-jari tangan dan kaki 3x
9.
Menghadap kiblat seraya
mengangkat kedua tangan dan melihat ke langit sambil mengucapkan do’a sebagai
berikut :
اشهد
ان لا اله الا الله وحده لا شريك لهو اشهد ان محمدا عبده و رسوله اللهم اجعني من
التوابين واجعني من المتطهرين سبحانك اللهم وبحمدك اشهد ان لا اله الا الله الا
انت استغفرك و اتوب اليك وصلى الله علىسيد نا محمد و على ال سيد نا محمد و سلم
F.
Makruh Wudhu
1.
Berlebihan dalam menggunakan air
2.
Mendahulukan sebelah kiri anggota
wudhu
3.
Bilangannya kurang dari tiga atau
lebih
G.
Batal Wudhu`
1.
Meyakini adanya yang keluar dari
kemaluan walaupun berupa angin
2.
Memegang kemaluan manusia dengan
telapak tangan
3.
Bersentuhan kulit antara
laki-laki dan perempuan dewasa
H.
Hikmah dan
Keutamaan Wudhu
Dibalik
setiap ajaran yang diperintahkan ataupun yang dilarang oleh Allah SWT tidak
terkecuali wudhu, dipastikan didalamnya terkandung hikmah. Bagi orang yang
mengetahuinya tentu tidak akan menyia-nyiakannya dengan cara melaksanakan
perintah itu dengan sungguh-sungguh dan meninggalkan larangan itu dengan penuh
kesadaran. Karena mereka sadar betul bahwa kesemuanya itu akan sangat bermanfaat
bagi kemaslahatan dirinya. Ada banyak hikmah yang terkandung dalam perintah
wudhu diantaranya adalah:[12]
1.
Mencegah
Penyakit
Berbagai
penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa munculnya penyakit kulit disebabkan
oleh rendahnya kesadaran orang dalam menjaga kebersihan kulit.Karena itu, orang
yang memiliki aktivitas padat (terutama di luar ruangan) disarankan untuk
sesering mungkin membasuh atau mencuci anggota badannya yang terbuka, seperti
kepala, muka, telinga, hidung, tangan, dan kaki.
Mencegah
penyakit dengan wudhu bisa kita cermati dan pelajari sejarah hidup Rasulullah
SAW, seperti yang diungkapkan Muhammad Husein Haykal dalam bukunya Hayatu
Muhammad, bahwa sepanjang hidupnya Rasulullah SAW tak pernah menderita
penyakit, kecuali saat sakaratul maut hingga wafatnya. Hal ini menunjukkan
bahwa wudhu dengan cara yang benar niscaya dapat mencegah berbagai macam
penyakit.
Penyakit
yang dapat disembuhkan dengan berwudhu berdasarkan penelitian adalahpenyakit kanker, flu, pilek, asam urat,
rematik, sakit kepala, telinga, pegal, linu, mata, sakit gigi, dan sebagainya. Hal
senada disampaikan oleh Mokhtar Salem dalam bukunya Prayers a Sport for the
Body and Soul menjelaskan, wudhu bisa mencegah kanker kulit.Jenis kanker
ini lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang setiap hari menempel
dan terserap oleh kulit. Kemudian, apabila dibersihkan dengan air (terutama
saat wudhu), maka bahan kimia itu akan larut. Selain itu, jelasnya, wudhu juga
menyebabkan seseorang menjadi tampak lebih muda.
Dalam
penelitian yang dilakukan Muhammad Salim tentang manfaat wudhu untuk kesehatan,
terungkap bahwa berwudhu dengan cara yang baik dan benar akan mencegah
seseorang dari segala penyakit. Dalam penelitiannya itu, Muhammad Salim juga
menganalisis masalah kesehatan hidung dari orang-orang yang tidak berwudhu dan
yang berwudhu secara teratur selama lima kali dalam sehari untuk mendirikan
shalat. Salim mengambil zat dalam hidung pada selaput lendir dan mengamati
beberapa jenis kumannya. Pekerjaan ini ia lakukan selama berbulan-bulan.
Berdasarkan analisisnya, lubang hidung orang-orang yang tidak berwudhu memudar
dan berminyak, terdapat kotoran dan debu pada bagian dalam hidung, serta
permukaannya tampak lengket dan berwarna gelap.
Adapun
orang-orang yang teratur dalam berwudhu, ungkap Salim, permukaan rongga
hidungnya tampak cemerlang, bersih, dan tidak berdebu.“Sesungguhnya, cara
berwudhu yang baik adalah dimulai dengan membasuh tangan, berkumur-kumur, lalu
mengambil air dan menghirupnya ke dalam hidung kemudian mengeluarkannya.Langkah
ini hendaknya dilakukan sebanyak tiga kali secara bergantian,” kata Salim.
2.
Menjaga Kesehatan
Badan
Allah
SWT memerintahkan kepada setiap muslim untuk berwudhu ketika akan melaksanakan
shalat, sehingga tidak sah shalatnya seseorang apabila tidak berwudhu terlebih
dahulu. Menurut Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang dikenal dengan namaBuya
Hamka, dalam bukunya yang berjudul Lentera Hidupmengatakan bahwa sekurang-kurangnya
lima kali dalam sehari-semalam setiap muslim diperintahkan untuk berwudhu dan
mengerjakan shalat. Bahkan ketika wudhu belum batal pun disunahkan pula
memperbaharuinya (nganyar-nganyar: Bahasa Sunda). Apabila setiap muslim
konsistenmenjaga wudhunya dengan sebaik-baiknya, maka dipastikan anggota badan
yang sering terkenan air wudhu itu akan senantiasa sehat.
Buya
Hamka menambahkan, bahwa dengan wudhu dapat menyehatkan badan.Tambahnya lagi
“Kita hidup bukanlah untuk mencari pujian dan bukan pula supaya kita paling
atas di dalam segala hal.Meskipun itu tidak kita cari, kalau kita senantiasa
menjaga kebersihan, kita akan dihormati orang juga.”[13]
3.
Menghapus Dosa
Ulama
tasawuf meyakini bahwa daerah-daerah yang dibasuh air wudhu adalah daerah yang
paling sering melahirkan dosa.Muka misalnya,banyak pancaindera tersimpul di
bagian muka.Karenanya, tidak mengherankan kalau banyak pula dosa yang timbul
dari daerah muka.Dengan mencuci muka ketika berwudhu, maka bagian muka seperti
mata, hidung, mulutdan lidah,dengan sendirinya dapat dibersihkan dengan air
wudhu itu, sehingga dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh bagian muka itu dapat
terhapus ketika mencuci muka.Kemudian, mencuci kedua tangan dengan air
seakan-akan membasuh tangan yang telanjur berbuat dosa.Demikian pula ketika
mengusap kepala, kedua telinga, dan membasuh kedua kaki.
Muhammad
Kamil Abd Al-Shomad, yang mengutip sumber dari Al-I’jaz Al-Ilmiy fi Al-Islam
wa Al-Sunnah Al-Nabawiyah menjelaskan bahwa manfaat semua hal yang
diperintahkan dalam wudhu sangatlah besar bagi tubuh manusia. Mulai dari
membasuh tangan dan menyela-nyela jari, berkumur-kumur, memasukkan air ke dalam
lubang hidung, membasuh muka, membasuh kedua tangan sampai sikut, mengusap
kepala, membasuh telinga, hingga membasuh kaki hingga mata kaki.
Setiap
kita tentu harus menyadari bahwa tujuan
akhir dari perintah wudhu itu sesunguhnya adalah tidak semata-mata membasuh
sebagian anggota badansecara lahirnya saja, sementara batinnya masih tetap
kotor. Akan tetapi, ketika membersihkan sebagian anggota badan dalam berwudhu
harus sebanding lurus dengan terbersihkannya kebiasaan-kebiasan buruk (dosa)
yang selama ini menjadi kebiasaan dari anggota wudhu itu, sehingga cahaya wudhu
itu dapat memancar pada hidup dan kehidupannya sehari-hari yang berujung pada
diterimanya shalat yang ditandai dengan kemampuan menjauhkan diri dari
perbuatan al-fakhsya’ (keji) dan al-mungkar (kemungkaran). Dengan
demikian, setiap wudhu yang dilakukan mampu menghapus setiap dosa kita, baik
yang disengaja ataupun yang tidak, terasa
ataupun tidak terasa, dosa besar ataupun kecil.
MANDI
BESAR/ADUS(Al-GUSL)
AR/ADUS (Al-GUSL)
A.
Pengertian
Mandi
besar, mandi junub atau mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci
dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke
seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tujuan untuk
menghilangkan hadas besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah
sholat.[14]
Atau dengan perkataan lain, mandi besar adalah membasuh seluruh anggota tubuh
dengan syarat dan rukun tertentu setiap akan melakukan ibadah terutama shalat
dan ibadah lainnya seperti membaca al-Qur`an.
B.
Dasar Hukum
1.
Al-Qur`an, yaitu QS. Al-Ma`idah :
6
bÎ)ur .......öNçGZä.$Y6ãZã_(.............#rã£g©Û$$sù
“.........dan
jika kamu junub maka bersihkanlah (mandilah).......”
2.
Hadits
a.
HR. Thabrani
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda:”Apabila bertemu dua alat kelamin, dan
kemaluan laki-laki menghilang dalam kelamin perempuan, apakah keluar ania tau
tidak, maka wajib mandi besar”.
b.
HR. Nasa`i dan Ibn Majah
Diriwayatkan
dari ‘Aisyah r.a, bahwa apabila salah seorang diantara kalian bangun tidur,
kemudian ia melihat bekas air mani (bilal) padahal tidak bermimpi jima’
, maka ia wajib mandi besar. Dan apabila ketika ia tidur lalu bermimpi jima’,
tetapi tidak melihat bekas air maninya, maka ia tidak harus mandi besar.
c.
HR. Abu Dawud dan Nasa’i
Bahwasanya
Malaikat tidak akan memasuki suatu rumah yang didalamnya terdapat
gambar/lukisan, anjing dan orang yang punya hadats besar (junub)
d.
HR. Abu Dawud dan Tirmidzi
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a, barangsiapa mendatangi (menyetubuhi) seseorang wanita
yang sedang haid, menyetubuhi seorang wanita melalui liang duburnya, dan atau
mendatangi seorang peramal (dukun), maka ia telah kafir (ingkar) terhadap apa
yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w..
e.
HR. Syaikhan
Diriwayatkan
dari ‘Aisyah r.a, bahwasannya ketika Rasulullah s.a.w mau makan atau tidur
padahal beliau sedang berhadats besar (junub), maka beliau berwudhu`
terlebih dahulu seperti halnya mau shalat.
f.
HR. al-Bizar
Diriwayatkan dari Ibn Abbas, bahwasannya
Allah melarang kalian bertelanjang, maka merasa malulah oleh Malaikat Allah
yang tidak akan pernah meninggalkan kalian, kecuali dalam tiga hal (keadaan),
yaitu ketika buang air besar (ghaith), berhadats besar (janabat)
dan ketika mandi.
C.
Wajib Mandi
Besar
Mandi besar wajib dilaksanakan ketika
dalam keadaan sebagai berikut:
1.
Keluar air mani;
Keluar air mani dapat menjadi sebab
seseorang diharuskan mandi besar (adus), baik keluarnya air mani itu dengan
sengaja, seperti melakukan hubungan sex (jima’) dan oral sex (onani) oleh
tangannya sendiri atau melalui tangan orang lain, maupun keluarnya air mani
tanpa sengaja, seperti karena mimpijima’ atau mendapati air mani pada
kemaluannya ketika bangun tidur meskipun tidak mimpi.
2.
Masuknya kelamin laki-laki (hasyafah)
ke dalam kelamin perempuan (farj)
Hubungan kelamin antara laki-laki dengan
perempuan menjadi sebab seseorang diharuskan mandi besar, baik ketika masuknya
kelamin laki-laki dalam kelamin perempuan itu mengeluarkan air mani atau tidak.
Artinya, yang menjadi sebab seseorang harus mandi besar adalah masuknya kelamin
laki-laki ke dalam kelamin perempuan dengan atau tanpa penghalang, seperti
kondom dan sejenisnya, bukan karena keluar atau tidak keluarnya air mani.
Bahkan ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa apabila kulit kelamin
laki-laki menyetuh bibir kulit kelamin perempuan, dan keduanya tanpa
penghalang, maka masing-masing wajib mandi besar.
3.
Haid;
Apabila seorang perempuan mendapati
darah haidnya telah berhenti mengalir dari kemaluannya, maka baginya wajib
mandi besar ketika akan melaksanakan ibadah, seperti shalat, membaca al-Qur`an,
thawaf dan lain sebagainya, termasuk ketika akan masuk masjid.
4.
Nifas;
Darah nifas biasanya keluar setelah
melahirkan anak, dan mengalir pada umumnya selama 40 hari, paling lama sekitar
60 hari. Oleh sebab itu, apabila darah itu berhenti mengalir setelah 40 atau 60
hari, maka baginya wajib mandi besar ketika akan melaksanakan ibadah, seperti
shalat, membaca al-Qur`an, thawaf dan lain sebagainya, termasuk ketika akan
masuk masjid.
5.
Melahirkan; (wiladah)
Sesaat setelah seorang ibu melahirkan
anak, selain dituntut untuk membersihkan sisa darah bekas melahirkan, juga
wajib baginya mandi besar. Proses mandi besar itu bisa dengan mandi sendiri atau
dimandikan oleh suaminya atau mahramnya apabila ia tidak mampu mandi sendiri.
6.
Maut.
D.
Syarat Sah Mandi
Besar
1.
Air suci/bersih
2.
Tidak adanya penghalang
3.
Tidak ada sesuatu yang dapat
merubah air atas anggota badan, seperti kotoran di bawah kuku.
4.
Mengalirkan air
E.
Fardhu Mandi
Besar
1.
Niat
2.
Meratakan air ke seluruh anggota
badan
F.
Sunat Mandi
Besar
1.
Membaca basmalah
2.
Menghilangkan kotoran
3.
Wudhu`
4.
Takhlil (mengurai)
5.
Mendahulukan anggota badan yang
sebelah kanan
6.
Menghadap qiblat
7.
Meninggalkan minta tolong kepada
orang lain dalam mengalirkan air
8.
Setelah mandi mengucapkan dua
kalimat syahadat
9.
Membasuh anggota badan
masing-masing 3 (tiga) kali.
G.
Makruh Mandi
Besar
1. Israf (berlebih)
dalam menggunakan air
2. Tidak
wudhu`, berkumur dan menghirup air.
TAYAMMUM
A.
Pengertian
“Menurut bahasa tayamum
adalah ‘menyengaja’. Adapun menurut istilah adalah menyengaja menggunakan tanah
untuk mengusap muka dan kedua tangan sampai sikut dengan syarat-syarat
tertentu”
B.
Dasar Hukum
1.
Al-Qur`an, yaitu QS. Al-Ma`idah :
6
bÎ)ur.......................NçGYä.#ÓyÌó£D÷rr&4n?tã@xÿy÷rr&uä!%y`Ótnr&Nä3YÏiBz`ÏiBÅÝͬ!$tóø9$#÷rr&ãMçGó¡yJ»s9uä!$|¡ÏiY9$#öNn=sù(#rßÅgrB[ä!$tB(#qßJ£JutFsù#YÏè|¹$Y6ÍhsÛ(#qßs|¡øB$$sùöNà6Ïdqã_âqÎ/Nä3Ï÷r&urçm÷YÏiB4$tBßÌãª!$#@yèôfuÏ9Nà6øn=tæô`ÏiB8ltym`Å3»s9urßÌãöNä.tÎdgsÜãÏ9§NÏGãÏ9ur¼çmtGyJ÷èÏRöNä3øn=tæöNà6¯=yès9crãä3ô±n@
“...............dan
jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah
itu.Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu
dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur."
C.
Sebab-Sebab
Boleh Tayamum
1.
Tidak
ada air;
2.
Sakit;
dan
3.
Ada
air, tetapi lebih dibutuhkan oleh hewan muhtaram, seperti manusia.
Apabila air itu dibuthkan oleh hewan ghair muhtaram, seperti org yang
meninggalkan shalat, pezina muhshan (sdh menikah), org murtad, org kafir
harbi (memusuhi), anjing galak (gila) dan babi (Bahasa Sunda:bagong),
maka tidak boleh bertayamum.
D.
Syarat
Tayammum
1.
Adanya
udzur sebab bepergian atau sakit
2.
Sudah
masuk waktu shalat
3.
Sudah
berusaha mencari air setelah masuk waktu shalat
4.
Menghilangkan
najis yang mungkin melekat pada tubuh sebelum tayammum
5.
Adanya
halangan untuk menggunakan air
6.
Memakai
debu atau tanah yang suci
E.
Rukun
Tayammum
1.
Niat
2.
Mengusap muka
dengan debu yang suci sebanyak dua kali
3.
Mengusap kedua
tangan sampai sikut dengan debu yang suci sebanyak dua kali
4.
Tertib
F.
Sunnah
Tayammum
1.
Membaca
basmalah
2.
Mendahulukan
tangan yang kanan dan mengakhirkan yang kiri
3.
Dilakukan
secara berurutan
G.
Sebab-Sebab
Kebolehan Tayammum
1.
Apabila
tidak ada air setelah mencari, atau ada air tetapi tidak mencukupi untuk
bersuci
2.
Seseorang
yang dalam keadaan sakit atau mempunyai luka, dan ia khawatir akan bertambah
sakit atau lama sembuhnya bila menggunakan air
3.
Apabila
air itu dirasakan sangat dingin dan diduga akan membahayakan apabila
menggunakannya dengan syarat ia tidak sanggup memanaskannya
4.
Ada
air tapi terhalang oleh musuh dan sebagainya
5.
Ada
air tetapi tidak cukup karena digunakan untuk masak, minum dll
6.
Dapat
menggunakan air, tetapi khawatir kehabisan waktu shalat bila memakainya
H.
Batal
Tayammum
1.
Semua
yang dapat membatalkan wudhu
2.
Melihat
adanya air sebelum atau sesudah shalat
3.
Murtad
(keluar agama Islam)
I.
Hikmah
Tayammum
1.
Pengganti
wudhu dan mandi bagi orang yang mengalami kesulitan air
2.
Kemudaha
yang diberikan oleh Allah SWT
3.
Mengatasi
kesulitan dalam melaksanakan ibadah
[1]Syeikh Ibrahim al-Bajury, Hasyiah
al-Bajury ‘ala Ibn Qasim al-Ghazzy, Juz 1 (Syirkah Nur Asiya: tt), h. 25.
[2]Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini, Kifayat
al-Akhyar fi Halli Ghayat al-Ikhtishar, alih bahasa Anas Tohir Sjamsuddin
(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984), h. 9.
[3]Ibid.,
h. 13.
[4]Ibid.,
h. 14.
[5]Perubahan
yang menyebabkan air itu tidak mensucikan, cukuplah kalau yang berubah itu
adalah salah satu dari tiga sifat air, yaitu rasa, warna dan bau.Demikian
menurut pendapat yang shahih.
[6]Taqiyyudin Abu Bakar al-Husaini, Ibid.,
h. 18-19.
[7]
Dua Qullah itu adalah kira-kira lima ratus (500) kati Irak. Sedangkan
ukuran dua Qullah menurut kati Damaskus ialah seratus delapan (108) kati
lebih sepertiga.
[8] A.
Rahman Ritongga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah(Jakarta:Gaya Media Pratama,
1997), h. 29.
[9]
Ibid
[11]artinya:
menyentuh. menurut Jumhur ialah: menyentuh sedang sebagian Mufassirin ialah:
menyetubuhi.
[12]
Ibid
[13]http://indonesia.faithfreedom.org/forum/hikmah-dan-keajaiban-wudhu-t46464/
[14]http://aqilalhilmy.edublogs.org/2010/04/25/thaharah-wudhu-tayamum-dan-mandi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar